Tuesday, October 24, 2017

MASA DEPAN PARIWISATA BALI (PERSPEKTIF PERMASALAHAN DAN SOLISINYA)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pada Tahun 2011, Industri pariwisata menciptakan GNP sebesar 3,3 trilyun dollar AS, hampir 11 % dari total GDP dunia. WTO memprediksi bahwa pariwisata akan terus mengalami perkembangan dengan rerata pertumbuhan jumlah wisatawan Internasional 4 % pertahun sampai tahun 2010. ( Pitana, 2005:5 ). Sementara itu, menurut Menteri Pariwisata dan ekonomi kreatif Mari Elka Pangestu, secara nasional, Indonesia menargetkan 9,2 juta wisatawan pada tahun 2014, lebih tinggi dibandingkan 8,6 juta wisatawan di tahun 2013. ( Palgunadi, 2014. hal.50 ) Berdasarkan persentase rata share Bali terhadap nasional 35,26 (Statistik Pariwisata Bali, 2009.hal.22 ), maka wisatawan ditargetkan datang ke Bali pada tahun 2014 adalah 3.243.920.
Indonesia sebagai salah satu negara di dunia mengandalkan pariwisata sebagai sumber devisa negara, memiliki berbagai daerah sebagai tujuan wisata bagi wisatawan di dunia. Bali sebagai salah satu wilayah Indonesia , sebagai pulau yang memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri terkenal dengan pulau surga dengan Pura, sebagai tempat Suci untuk pemujaan Tuhan (LPPM, 2012:2) . Bali sangat sering dikujungi wisatawan dengan berbagai alasan, sekaligus sebagai penyumbangan devisa negara dan pendapatan daerah telah dibangun sesuai program pembangunan pemerintah.
Bali dulu dibangun berdasarkan konsep Tri Hita Karana yaitu 3 konsep keseimbangan hubungan, yaitu antara Tuhan, manusia, dan lingkungan dengan implimentasi pembangunan Pariangan, pawongan dan pelemahan, membawa dan menjadikan Bali harmoni dan tetap memiliki daya tarik sebagai tujuan wisatawan.
Dalam 3 dasa warsa perkembangan pariwisata Bali menunjukan perkembangan begitu pesat di era tahun 1980an hingga 1992 . Akibatnya adalah membawa konsekuensi dan menimbulkan beberapa permasalahan dan keutuhan bagi Bali sendiri, sebagai akibat pengaruh globalisasi, urbanisasi, tantangan dan ancaman Bali diekploitasi secara berlebihan oleh investor. Banyaknya investor asing masuk disektor pariwisata justru berujung pada pertumbuhan ekonomi Bali tanpa multiplikasi efek karena belum diatur pemerintah daerah (Rahyuda, Balipost, 24 Nop 2013:38).
Dalam perkembangannya, selalu ada faktor yang menghambat, dan bagaimana jika hal ini terus terjadi, bagaimana dapat melihat pariwisata Bali di masa yang akan datang, ini yang menarik penulis, solusi apa yang akan dilakukan untuk menangkal beberapa pengaruh, agar Bali tetap eksis sepanjang zaman, lebih-lebih Bali akan menjadi tuan rumah untuk AEC meeting pada tahun 2015 nanti.  Permasalahan yang dihadapi pariwisata Bali kedepan, adalah seperti resonansi, sumber daya, daya dukung, daya tahan yang membentengi Bali agar kuat menangkis berbagai pengaruh luar.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana pariwisata Bali dimasa yang akan datang?
1.3 Tujuan
untuk mengetahui dan memberi gambaran bagaimana pariwisata Bali dimasa yang akan datang.
1.4 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan pariwisata Bali, dengan metode survei untuk memperoleh informasi-informasi dan data dari gejala, serta mendapatkan untuk mendapat keterangan dengan menggunakan pedoman questioner. Daerah yang dipilih sebagai objek penelitian adalah Kabupaten Badung, Gianyar dan Karangasem dengan pertimbangan bahwa di daerah ini sektor pariwisatanya tumbuh dengan pesat.
Untuk memenuhi tujuan penelitian maka data dikumpulkan melalui survei lapangan dari informan-informan, studi perpustakaan dan sumber sumber relevan. Informan dalam penelitian ini berasal dari pelaku kebijakan yaitu Kantor Dinas Pariwisata dan , pelaku pariwisata, serta masyarakat pemerhati pariwisata.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif deskriptif dengan menyajikan dalam bentuk tabel, uraian dan analisis. Penggunaan pendekatan kuantitatif deskriptif secara bersamaan dimaksudkan untuk memberikan informasi yang maksimal (Singaribun, 1990).



BAB II
PEMBAHASAN

Gambaran Umum Pariwisata Bali Kini dan Kedepan
Jika kita melihat dari pengertian pariwisata itu sendiri, maka munculnya pariwisata itu sendiri adalah akibat dilakukan wisata ke objek wisata dan tujuan tujuan lain, seperti halnya wisata ke Bali. Adanya kunjungan tersebut dapat dijadikan salah satu indikatornya untuk melihat bagaimana perkembangan pariwisata suatu daerah. Besarnya jumlah kunjungan dan lamanya tinggal wisatawan di Bali dapat dijadikan indikator melihat perkembangan atau pertumbuhan sektor pariwisata Bali kedepan.
Pertumbuhan pariwisata Bali dalam kurun waktu 11 tahun yakni pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2013, dengan mengutip data yang disampaikan Prof. Wiendhu Nuryanti Vice Minerters saat international seminar on The Future of Bali Tourism menunjukan tren yang meningkat dari 995.272 pada tahun 2003 mencapai 3.341.889 di tahun 2013, dengan Gross Regional Domestic Product ( GRDP) yang meningkat pula untuk sector trade, hotel restourant. ( Curve : Rapid Growth of Tourism In Bali ).
Dari data kunjungan wisatawan data ke Bali menunjukan peningkatan setelah terjadi Bom Bali 1 tahun 2002, dan bom Bali 2 pada tahun 2005 yang membawa konsekuensi buruk bagi kunjungan wisatawan ke Bali, bahkan menunjukan minus, walaupun sifatnya sementara. Dalam 5 tahun terakhir, dari tahun 2008-2013, sampai awal tahun 2014 menunjukan bahwa kunjungan wisatawan ke Bali cukup baik mengalami peningkatan.
Selama kwartal I 2014, sektor pariwisata Bali tumbuh diatas rata rata nasional, dengan tingkat pertumbuhan 6,86 persen lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional 5,21 persen. Hal ini disebabkan oleh makin menguatnya sektor pariwisata Bali, dengan kunjungan bulan Januari-april mencapai 2.947.684 atau tumbuh 10,64 persen pada periode yang sama tahun 2013 sebesar 2.664.176 wisatawan. Diprediksi target 9,3 hingga 9,5 juta bisa tercapai dengan target pertumbuhan 6-8 persen dapat tercapai, dengan pasar utama Singapura (463.924), Malaysia  (413.504) dan RRC (324.344) Australia (316.122), demikian dikatakan Mentri Pariwisata dan Industri Kreatif, Mari Pangestu. ( Balipost 6 Juni 2014:21).
Tingkat pertumbuhan kunjungan Wisatawan lima tahun terakhir menunjukan perkembangan seperti data tabel 1.
Dari data pertumbuhan kunjungan wisa­tawan asing ke Bali dari tahun ke tahun cen­drung menunjukan peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, kecuali 2014 , karena sebagaian wisatawan menunda kunjun­gannya karena diketahui di Indonesia sedang melaksanakan pemilu legislatif dan presiden, disamping imbas dari beberapa kerusuhan di Thailand. Belum lagi kunjungan wisatawan domestik, dari luar Bali secara rutin cendrung meningkat. Dengan demikian ini berarti pari­wisata Bali kedepan masih cukup baik, dan kita optimis, selama Bali masih berdiri, pasti dikun­jungi oleh wisatawan.
2.2 Pendapatan Daerah , dan laju pertumbuhan
Bila kita melihat Pendapatan daerah dengan menggunakan indikator PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, maka PDRB Bali dari tahun 2010 sampai dengan 2013, ber­dasarkan data BPS 2013, seperti data dalam ta­bel 2 dan tabel 3.
Dari kunjungan wisatawan dalam 4 tahun ini terus mengalmi kenaikan, kecuali 2014, sumbangan terhadap PDRB Bali terus mengalami peningkatan, serta laju pertumbuhan menunjukan sektor perdagangan, hotel dan restoran di tahun 2010 menempati angka pada urutan ke 3 setelah sektor pengangkutan dan komunikasi, di tahun 2011 menempati urutan 4 setelah listrik dan gas, pada tahun 2012 di urutan ke 8 setelah sektor keuangan dan penyewaan, dan di tahun 2013 di urutan ke 6 setelah bangunan.
Facts and Challenges
Beberapa fakta menunjukan bahwa kondisi Bali dahulu kala berbeda dengan sekarang, secara fisik memang sangat kelihatan. Bali dikatakan tidak secantik dan menarik seperti dahulu. Bedanya, dulu hampir hamparan daerah persawahan yang hijau sangat indah dijumpai di pelosok pelosok Bali, pengerjaan sawah dengan pertanian tradisional masih banyak kelihatan, dengan petani yang lugu dan ramah sangat menarik wisatawan. Sekarang hampir 60 % daerah pertanian di Bali dipenuhi oleh bangunan beranekaragam yang lebih banyak berorientasi pada ornamen Bali Minimalis, yang mengubah wajah Bali. disepanjang perjalan dari airport menuju tempat wisata. Bangunan bangunan yang berorientasi pada aspek ekonomis, seperti bangunan supermarket, pasar-pasar modern merangsek ke daerah pedesaan, sehingga tidak ada kesan mana batas desa dan daerah perkotaan, tidaklah jelas. Perumahan dengan sistem property untuk menyediakan fasilitas perumahan, menelan habis habis tanah pertanian yang subur, karena para petani Bali tidak lagi mengerjakan sawahnya , karena sebagai petaninya sudah berumur diatas 50 Tahun tidak mampu mengerjakan sawahnya secara optimal, generasi berikutnya tidak mau bertani.
Efek Globalisasi dan Urbanisasi Masyarakat Pendatang
Begitu semaraknya perkembangan pariwisata Bali dan kehidupan di Bali, sangat menarik penduduk luar masuk dan bermukim di Bali, sekaligus menjadikan Bali tempat meraih pedapatan yang sangat layak dimata penduduk luar Bali. Hal ini menjadikan urbaniasi ke Bali terjadi secara besar-besaran. Hal ini juga menjadi Bali penuh sesak oleh penduduk pendatang. Daya tampung Bali semula dengan penduduk 2 juta, sekarang penduduk Bali menjadi hampir 3 juta ditambah 2 kali lipat penduduk yang berasal dari luar Bali dengan berbagai dampak negatifnya. Banyak kriminal terjadi di Bali, termasuk pernah terjadi Bom Bali I tahun 2002, dan 2005 bom Bali II, ini menjadi fakta dan tantangan Bali dan masyarakat umumnya dan dunia pariwisata khususnya. Isu urbanisasi dan efek globalisasi tidak bisa dihindari kecuali harus dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh.
Globalisasi menunjukan hampir tidak ada batasan jarak lagi antara bangsa bangsa di dunia. Pemenuhan kebutuhan hidup dengan cepat dapat terpenuhi, berkat komunikasi yang serba cepat, lalu lintas transaksi bisnis tidak lagi mengharuskan pertemuan produsen dengan konsumen, antara pembeli dan penjual, transaksi ekonomi secara eletronik. Peradaban manusia dibelahan bumi hampir akan tidak ada batasan yang jelas, pembauran menjadi tujuan utama mereka.

Perubahan Kultur Masyarakat Bali
Perubahan yang signifikan sebagai imbas adanya perkembangan pariwisata Bali, menimbulkan adanya perubahan kultur masyarakatnya. Hal ini terjadi karena adanya orientasi kehidupan masyarakat Bali yang dulunya masyarakat agraris tradisional ke masyarakat agraris modern, yang lebih banyak berorientasi secara ekonomis, dimana segala galanya diukur dengan nilai uang. Waktu adalah uang, hampir semua kehidupan masyarakat Bali mengejar uang untuk memenuhi kehidupan yang lebih banyak konsumtif, tanah dijual dan disewakan untuk mendapatkan uang, hampir tidak ada tanah yang kosong,dialih fungsikan oleh pemilik yang baru dan pengelola untuk menghasilkan uang kembali, baik dibangun usaha berjejer di sisi jalan, supermarket, villa, hotel, perumahan, penginapan, dan sedikit untuk kepentingan ruang kosong sebagai tempat beraktivitas umum termasuk aktivitas masyarakat dalam upacara, dan kegiatan sosial. Kehidupan masyarakat Bali secara umum sudah bergeser , hal ini dapat dilihat bahwa dari polarisasi kehidupan masyarakat Bali terutama di daerah perkotaan sudah bergeser dari social oriented ke economis oriented. Inilah sebagai paradigma dan pertanda dan tantangan kehidupan dan kultur masyarakat Bali .Bila dibandingkan antara pendapatan yang diterima dari sektor pariwisata, dengan kehilangan value atas nilai nilai budaya dan jati diri masyarakat Bali, sungguh tidaklah sebanding, sangatlah jauh, sangat sulit dan mahal untuk dikembalikan.
Cultured and Economic Oriented
Pariwisata sebagai suatu aktivitas yang secara langsung menyentuh berbagai aspek kehidupan dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa dampak terhadap masyarakat. Dampak yang dapat ditimbulkan seperti dampak sosial-budaya, sosial-ekonomi dan dampak terhadap lingkungan. Culture mengandung pengertian yang amat luas, di dalamnya mengandung tradisi, value, paham, rambu-rambu untuk kemanusiaan. Kata kunci Culture adalah Nilai tradisi, demikian dikutip dari pernyataan Prof. Wiendhu Nuryanti, dalam paparan “Harmony & Dissonance in the Development of Culture and Tourism in Bali and Indonesia In General” saat Internasional seminar 2 Juni 2014, di Udayana Univercity Denpasar. Lebih lanjut diuraikan bahwa “Culture can bring a number of benefit to diffrent stakeholders, from individual sepiritual values to economic prosperity through tourism.However, Diffrent in values, Intrests, Expectation and priorities among stakeholders may creat conflic bettween, culture and development, notably tourism development”. Dalam hubungan culture dengan tourism, Complex phenomena characterized by conflicting interaction because culture is usualy associated with traditions and sustainability, whereas tourism is dynamic with constant change in very rapid motion. Pizam and Milman, 1984 (dalam Pitana:118), mengklasifikasikan dampak sosial-budaya pariwisata atas enam dampak terhadap : 1) demografi, 2) mata-pencaharian, 3) budaya (tradisi, keagamaan, bahasa), 4) tranformasi norma (nilai, moral peranan seks), 5) modifikasi pola konsumsi, 6) Lingkungan (polusi, kemacetan lalu lintas).
Adanya perkembangan pariwisata Bali, membawa dampak sosial budaya, seperti pertambahan penduduk Bali, karena urbaniasi penduduk dari luar Bali, peningkatan mata-pencaharian penduduk Bali dan luar Bali, tradisi cendrung berubah, ritus keagamaan makin semarak karena pendapatan makin meningkat yang diterima dari sektor pariwisata, moral dan peranan seks berubah seperti , pelanggaran terhadap norma norma, adanya prilaku seks bebas dikalangan generasi muda, dan pola konsumsi berubah seperti, adanya budaya makan diluar rumah, dan adanya perubahan menu makan dari menu makanan tradisional ke fastfood. Sedangkan dampak terhadap lingkungan seperti, adanya kemacetan di daerah daerah tertentu, serta polusi di daerah perkotaan, dan dampak sosial-ekonomi seperti, dampak terhadap : 1) penerimaan devisa, 2) pendapatan masyarakat, 3) kesempatan kerja, 4) harga-harga, 5) distribusi manfaat, 6) kepemilikan dan kontrol, 7) pembangunan pada umumnya, 8) pendapatan pemerintah (Pitana, 2005:110).
Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di Dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Dalam hal ini pada tahun 2011 pariwisata saat itu diprediksi akan menghasilkan penerimaan sekitar US$ 18,7 Milyar (Duval, 2004). Dalam penyerapan tenaga kerja, industri pariwisata dapat menyerap tenaga kerja 25% dari total kesempatan kerja pada tahun 2001 (Monsen dalam pitana,2005:1).
Disisi lain, industri pariwisata memberi dampak yang sangat luas bagi industri penunjang pariwisata, sehingga betapa industri pariwisata menjadi andalan utama dalam mendongkrak penghasil dan penerimaan. Besarnya penerimaan yang diberikan sektor pariwisata , menggeser peran sektor lain secara ekonomis, lebih jauh membawa konskensi logis orientasi masyarakat lebih condong ke economic oriented, dimana semua orientasi kehidupan semata mata didasarkan oleh ukuran satuan uang sebagai penerimaan yang memiliki nilai /value sebagai alat pertukaran. Sedangakan dampak sosial ekonomi yang mencolok saat ini adalah banyaknya perpindahan kepemilikan atas aset masyarakat dalam bentuk kepemilikan lahan di Bali, adanya kesempatan kerja, perubahan harga-harga dengan istilah “harga turis”, pendapatan masyarakat dan pemerintah yang meningkat, dan saat ini dirasakan manfaat semakin berkurang karena sumber atas trasaksi di beberapa pusat pariwisata, diambil oleh pihak luar Bali, seperti yang terjadi di Kuta Badung, Nusa Dua dan sebagian besar Ubud Gianyar. Dengan demikian kedepannya semakin lama masyarakat Bali akan kehilangan sumber mata pencaharian
 Serangan budaya asing, budaya Bali makin terjepit
Bali sebagai daerah tujuan wisata, memiliki budaya yang telah diwarisi dari nenek moyang terdahulu. Budaya masyarakat Bali sumbernya berakar dari agama Hindu, adat istiadat dan kesenian serta norma yang dianut berorientasi pada masyarakat agraris. Agama Hindu merupakan agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Bali. Memiliki 3 kerangka dasar, yaitu Tattwa, Susila, dan Ritual. Tattwa merupakan filsafatnya, dan susila adalah etika bagaimana melakukan, sedangkan ritualnya adalah apa yang dilakukan, ini menyangkut bentuknya. Adat istiadatnya meliputi kebiasaan kebiasaan, berdasarkan norma-norma umum yang diakui dan dipegang masyarakat Bali secara turun temurun. Dilain pihak, kesenian yang dimiliki meliputi kesenian tradisional dan daerah yang dimiliki masing masing daerah di Bali, yang semakin memperkaya budaya Bali. Hal ini menjadi unsur dan akar budaya Bali, dipegang, menyatu, dan mengakar pada kehidupan masyarakat Bali, dan menjadi ciri khas Bali.
Wisatawan yang datang ke Bali berasal dari berbagai negara di dunia, dan masing masing negara memiliki budaya masing masing. Karena mendapat pengagruh pariwisata, globalisasi, adanya kunjungan wisatawan, semakin lama di Bali memungkinkan terjadinya pergaulan antar wisatawan dengan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung. Pergaulan ini akan membawa pengaruh bagi masyarakat dan kebudayaan Bali. Apakah pengaruh tersebut jelas dilihat atau tidak, terasa atau tidak, yang diyakini lambat laun akan membawa perubahan pada budaya Bali, sekaligus bagi kehidupan masyarakat Bali. Serangan budaya asing, seperti budaya berpakaian tidak senonoh, budaya makan, budaya belanja, budaya berperilaku seperti berpelukan dan bergandengan tangan di muka umum, etika dan pakaian masuk di tempat-tempat suci di Bali, suguhan tari telanjang di Bar restoran tertentu, tersebarnya cafe cafe di pedesaan, dan banyak contoh lainnya .
Bagaimana cara mengatasi dan mengantisipasi pengaruh yang mungkin ditimbulkan, perlu benteng sebagai kekuatan internal didalam diri manusia Bali, termasuk bagaimana menguatkan akar kebudayaan Bali, dengan cara tetap memertahankan agama Hindu dengan berbagai ritusnya, melestarikan kesenian tradisional, serta tetap memegang teguh dan memertahankan norma-norma kehidupan masyarakat Bali.
The Foture of Bali Tourism (problem and Solution)  
Melihat bagaimana pariwisata Bali dimasa yang akan datang, tidak dapat dipisahkan dari potret kondisi pariwisata pada masa lalu, sekarang, dan dicoba memproyeksikan apa dan bagaimana kondisi pariwisata pada masa yang akan datang. Untuk itu analisa akan lebih difokuskan pada kondisi saat itu.
1.      Kondisi pariwisata pada periode lalu
Kondisi pariwisata pada periode 34 tahun yang lalu sekitar pertengahan tahun 1980an, Pariwisata tumbuh dengan spektakuler. Meskipun Indonesia terkenal karena Pulau Dewatanya dan berbagai daya tarik alam dan budayanya, namun sektor pariwisata pernah layu di awal 1970an dengan alasan yang mirip dengan sektor non migas lainnya, seperti harga minyak melonjak, kurangnya perhatian pemerintah, tidak ada desakan untuk mengembangakan sektor ini, ketatnya aturan terhadap orang asing. (Hill, 2002, hal.244).
Kondisi di tahun 1980an hingga 1992 sektor pariwisata menjadi sektor primadona, karena turunnya harga minyak, serta daya dukung masih orisinil dan asli, baik dari wajah fisik maupun non fisiknya Bali sebagai Pulau Dewata. Wisatawan terkesima melihat Indahnya Pulau Dewata dan pulau-pulau lain di Indonesia sebagai destinasi pariwsiata, sehingga masa boom pariwisata Indonesia pernah mengalami pertumbuhan cepat, tertinggi dalam pariwisata di antara negara negara ASEAN.
Melihat kecendrungan angka statistik yang cendrung meningkat baik dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat, daerah dan pusat, maka program pembangunan pariwisata dioptimalkan, dengan harapan mendapat hasil maksimal dari dilaksanakan pembangunan penunjang pariwisata seperti sarana penunjang, Akomodasi dan penginapan, objek wisata, transportasi, lingkungan, dan kelembagaan.
Dampak dari kebijakan indutri pariwisata ini, menjadikan konsentrasi berlebihan di Bali, dan sejumlah tantangan berat masih menghadang dalam memertahankan tingkat pertumbuhan pariwisata yang diharapkan, yang jadi perdebatan disinyalir penduduk lokal tidak banyak memeroleh keuntungan ekonomi ( Hill, hal.246).
2.      Kondisi Pariwisata sekarang
Doktrin Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di Dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara, tidak demikian halnya Bali, khususnya. Angka statistik menunjukan pada Tahun 2011, Industri pariwisata menciptakan GNP sebesar 3,3 triliun dollar AS, hampir 11 % dari total GDP dunia. WTO memprediksi bahwa pariwisata akan terus mengalami perkembangan dengan rerata pertumbuhan jumlah wisatawan International 4 % pertahun hingga tahun 2010. Pada Tahun 2011 pariwisata saat itu diprediksi akan menghasilkan penerimaan sekitar US$ 18,7 miliar ( Duval,2004). Menurut Monsen, Dalam penyerapan tenaga kerja, industri pariwisata dapat menyerap tenaga kerja 25% dari total kesempatan kerja pada tahun 2001 (Pitana, 2005: 1-5).
Disisi lain industri pariwisata memberi dampak yang sangat luas bagi industri penunjang pariwisata, sehingga industri pariwisata menjadi andalan utama dalam mendongkrak penghasil dan penerimaan. Besarnya penerimaan yang diberikan sektor pariwisata dapat menggeser peran sektor lain secara ekonomis, lebih jauh membawa konskensi logis orientasi masyarakat lebih condong ke economic oriented, dimana semua orientasi kehidupan semata mata didasarkan oleh ukuran satuan uang sebagai penerimaan yang memiliki nilai /value sebagai alat pertukaran.
Bali sebagai salah satu andalan pariwisata Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Sebagai island of Good, Bali memang memancarkan sinar kesucian para dewa yang ada di surga, sangat terasa ketika kita dan semua wisatawan merasakan bahwa Bali memang berbeda dengan pulau lainnya. “Gerbang kepariwisataan Indonesia adalah Bali”, demikian disampaikan Wakil Menteri RI Bidang Pariwisata, Prof. Wiedhu Nuryanti, dalam International Seminar In Bali, 2 June 2014.
Relevansi dengan kondisi sekarang, berdasarkan suvei yang dilakukan Dinas Pariwisata Bali 2003 seperti disampaikan Pitana (2005, hal.76- 77), setelah data diolah, secara umum menunjukan bahwa: penilaian positif wisatawan terhadap Bali, adalah 84,07% wisatawan menyatakan Alam Bali masih asli, 65,11 % karena peduduknya yang ramah, dan 52,87 % karena Daya tarik kebudayaan, 18,20 % karena upacara adat dan budaya. Sedangkan Winus memberikan alasan, 51,98 % karena Alam Bali yang masih menarik, 40,65 % daya tarik kebudayaan dan 19,55 % peduduk yang ramah. Motivasi perjalan wisata ke Bali, hampir 94 % karena alasan berlibur , 22,71 % alasan bisnis, disampaikan wisatawan, sedangan 49,29 % alasan berlibur, 17,28 % karena konferensi/seminar, 10,20 Tugas pemerintah yang disampaikan oleh Winus. Dari harapan yang diinginkan oleh wisatawan menyatakan, 48,54 % sesuai dengan yang diharapkan, dan 44,10 % lebih baik dari yang diharapkan, sedangkan winus menyatakan 71, 53 % menyatakan sesuai dengan yang diharapkan, dan 20,40 lebih baik dari yang diharapkan.
Berdasarkan atas alasan tersebut, diprediksi Bali tetap memiliki alasan untuk dikunjungi wisatawan, Winus menunjukan bahwa keterbukaan Bali masih kental, dan bahkan menjadi kekuatan pariwisata Bali yang harus dipertahankan dan dipelihara dengan baik dimasa yang akan datang. Walaupun kunjungan wisatawan ke Bali terus meningkat, lima tahun belakangan ini peneliti menemukan dan mecermati , kondisi fisik dan non fisik Bali berubah, sebagai akibat pembangunan bidang pariwisata kebablasan, dengan harapan berlebihan, sehingga terjadi full capacity dengan berbagai dampak dan problema baru bermunculan. Bali dengan tempat tujuannya saat ini tidak semulus dulu, sudah banyak bopengnya, dilihat dari ke-ruangan. Wilayah Sakralisasi sudah tergerus oleh model profan yang berlebihan, kedepan menjadi ancaman dan tantangan bagi pariwisata Bali. Secara statistik dari data pada tabel 2 dan 3, menunjukan PDRB dan laju pertumbuhan sumbangan dari sektor Perdagangan, Hotel dan restoran sudah tidak dominan lagi sebagai penyumbang pendapatan daerah, bahkan dalam 5 tahun ini menempati urutan 4 hingga 8 , disamping karena faktor lain seperti makin besarnya peran sektor lain.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Ida Bagus Ngurah Wijaya menyatakan Pariwisata Bali sekarang masih tumbuh, artinya kualitas wisatawan era 80 an, memiliki spending money (pengeluaran wisatawan 300 dollar, dengan length of stay 14 hari, sekarang 100 dollar per orang untuk 3 hari, ada persaingan tarif tidak sehat (murah), karena kelebihan daya tampung kamar, justru dapat mengindikasikan Pariwisata Bali Turun Kelas ini menjadi keakhwatiran kalangan pariwisata di masa akan datang. Dia khawatir “The Last Paradise” menjadi Lost Paradise, karena jumlah kamar saat ini 80.000 , dan 50.000 berada di Bali selatan , Nusa Dua Kab. Badung, kata Seksen PHRI Bali AA.N.Adhi Ardana. (Majalah Balipost, 6 April 2014, hal.38)
Masih terjadinya ketimpangan pertumbuhan pariwisata, antar wilayah Bali Selatan, dengan Timur dan Utara, selama ini belum dapat diatasi maka belum mampu menyejahtrakan masyarakat Bali, Ketua PHRI Bali, (Tjok.Artha Sukawati, 2013.hal.39).
3.      Meneropong apa dan bagaimana pariwisata Bali ke depan
Meneropong apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tidak dapat dilepaskan dari apa dan bagaimana yang terjadi pada masa lalu, dan sekarang. Dimasa lalu adanya boom, daya dukung masih baik, saat ini pembangunan di semua sektor pendukung telah dilakukan, tetapi dilain pihak pembangunan tidak terdapat sinkronisasi pembangunan, kelebihan kamar, pelanggar keruangan, derasnya dampak globaliasi yang dapat menggerus normalisasi daya dukung tersebut.
Disisi lain industri pariwisata memberi dampak yang sangat luas bagi industri penunjang pariwisata, sehingga industri pariwisata menjadi andalan utama dalam mendongkrak pendapatan masyarakat dan pemerintah.
Kedepan Bali sebagai salah satu andalan kepariwisataan Indonesia tetap memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Sebagai the island of the Gods, Bali memang memancarkan sinar kesucian para dewa yang ada di surga, sangat terasa ketika kita dan semua wisatawan merasakan bahwa Bali memang berbeda dengan pulau lainnya.
Berdasarkan survei, alasan wisatawan tetap memilih Bali sebagai tujuan wisata adalah Bali memiliki alam dengan panorama matahari terbit yang bisa dinikmat oleh wisatawan di Pantai Sanur dengan pasir putihnya, Sunset yang sangat indah dapat dilihat dan dinikmati wisatawan di Pantai Kuta, Pantai Amed Karangasem terkenal tempat wisata bahari, untuk snorkeling. Bali memiliki bebrapa Gunung yang menjulang tinggi yang memancarkan kesucian, karena gunung sebagai perlambang kemahakuasaan Tuhan YME, ada Pura sebagai tempat suci untuk ritual pemujaan Tuhan bagi umat Hindu, terkenal dengan Pura Besakih di Kabupaten Karangasem.
Disamping memiliki Gunung, Bali memiliki beberapa danau, seperti Danau Batur dan Danau Buyan, Tamblingan, dengan Taman Bedugul yang terkenal dengan hawa kesejukan penghasil stroberi, tempat-tempat wisata yang indah seperti Taman Ujung, Air terjun Air sanih, Air terjun Gigit. Tidak ketinggalan ada desa wisata seperti Desa Pengelipuran Bangli, Desa Trunyan di Karangasem, Desa Sangeh dengan monkey forest, pertanian dengan sistem subaknya, lebih lebih desa Ubud terkenal dengan lukisan dan desa dengan masyarakat tradisional yang kental dengan lingkungan yang asri, dan Desa Mas Gianyar, terkenal dengan kerajinan. Tradisi, adat istiadat masyarakat, serta kebudayaan yang termasuk kesenian, agama Hindu yang terus dipertahankan sehingga pada masa yang akan datang tetap memberikan daya tarik sepajang masa.
Persoalan-persoalan dan isu penting sebagai dampak masa lalu, selalu diupayakan untuk mencari solusi terbaik agar tidak mengganggu perkembangannya karena fenomena yang muncul ke permukaan dimasa yang akan datang tetap akan terjadi, sepanjang tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Isu kelebihan investasi berjejalnya hotel dan restoran, kelebihan kamar di Bali Selatan, perang tarif, kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan, di Kuta Badung, Kota Denpasar, Ubud Gianyar sebagai akibat kebijakan ditambahnya volume kendaraan dari luar masuk Bali, keamanan wisatawan tidak terjamin, kriminalitas, Curat, penjambretan, peredaran barang barang terlarang, sabu-sabu, heroin, sehingga implikasi pariwisata sangat rentan dengan peredaran narkoba, harus hati hati, kata Kepala BNNP Bali Kombes I Gst Kt.Budiartha, serta beragam isu lain ( Majalah Balipost, 11 Mei 2014, hal.38). Dengan demikian dapat dikatakan, kondisi ini mencerminkan kondisi keamanan dan kenyamanan Bali sudah terusik kata Putu Anom, M. Par.. (Balipost, 24-30 Maret 2014,hal.39).
Isu kedepan Bali tidak menarik lagi mesti diterima dan diantisipasi , agar hal itu tidak terjadi dengan menguat. Jika dibiarkan lambat laun akan menjadi Cummulated Effect akan menjadi bumerang bagi sektor pariwisata, lingkungan, dan Masyarakat Bali, apabila tidak mendapat penanganan secara baik. Walaupun Bali sebagai tujuan wisata yang sangat dikenal di mancanegara, diserang, menghadapi berbagai acaman dan tantangan kedepan, Bali tetap menarik dan dipilih sebagai tujuan wisatawan berdasarkan beberapa pertimbangan. Atas alasan tersebut, diharapkan pada masa yang akan datang Bali tetap menjadi tujuan utama untuk dikunjungi wisatawan dan winus, serta menunjukan bahwa keterbukaan Bali masih kental, dan bahkan menjadi kekuatan pariwisata Bali yang harus dipertahankan dan dipelihara dengan baik.
 Solusi  Benteng Terbuka dan keamanan Bali
Bali merupakan suatu pulau yang indah dan unik dengan tradisi dan adat istiadatnya, dengan penduduk mayoritas beragama hindu yang sarat dengan ritual. Bali menarik untuk dikunjungi wisatawan, hal tersebut membuat pariwisata di Bali semakin berkembang pesat. Dari perkembangan tersebut menimbulkan berbagai permasalahan yang komplek, dan berujung pada terusiknya kehidupan dan jati diri penduduk Bali. Permasalahan yang mengepung Bali dalam dasa warsa belakangan dan diprediksi masih dialami pada masa yang akan datang, jika tidak diatasi dengan baik dan benar, maka semua pihak menghkawatirkan hancurnya Bali sebagai tempat wisata dan sumber pendapatan untuk masyarakat, daerah dan pusat. Pengaruh dari internal yaitu gemerlapan pariwisata Bali mengundang permasalah bagi Bali sendiri, baik dari alamnya, manusia dan lingkungannya, maupun dari pengaruh ekternal yang bersumber dari luar, seperti globaliasi dari berbagai aspek kehidupan. Derasnya pengaruh yang terjadi dapat menghacurkan Bali sesuai dengan perjalanan waktu. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan memperkuat jati dirinya, maka semua kehidupan masyarakat Bali akan tergilas oleh keinginan dan kepentingan berbagai pihak. Bali diserang oleh pemilik uang, karena Bali menarik dari sisi Investasi Pariwisata, dengan mengandalkan keterkenalan dan keharuman “Nama Bali” di penjuru dunia. Konsep dan ide pemikiran Benteng terbuka dicetuskan Nordholt 2005, cukup relevan untuk mengamankan Bali dari deras dan desakan luar. “ ........Bali yang terisolasi dan budayanya yang rapuh disatu pihak, dan kejahanaman dunia di luar pihak, tidak bisa lagi dianggap benar. Bali tentunya sudah terlalu terbuka terhadap pengaruh luar, dan sejak awal menjadi bagian integral dari negara-bangsa Indonesia. Tetapi sejak otonomi daerah bergulir, dikotomi moral artifisial antara Bali yang tak berdosa dan dunia luar yang jahanam, sulit dipertahankan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kejahanaman kini hadir mencolok mata di Bali sendiri. Namun di dalam Bali, sumber sumber utama kejahamanan masih berada didunia luar, globalisasi setelah ledakan bom, teroris International. Ancaman globalisasi yang berkedok pergerakan perdagangan bebas, modal dan tenaga kerja serta ...... “ (Nordholt, 2005, hal.67).
Dalam konsep dan ide ini, Bali tidak kuasa menolak datangnya berbagai pengaruh dan kepentingan, karena perkembangan zaman dengan identitas kepentingan masing masing, tetapi Bali harus memiliki kekuatan daya tangkal dari dirinya sendiri, untuk mampu mengatasi persoalan yang melilit Bali pada umumnya dan pariwisata pada khusunya. Beberapa ekonom Bali memberi pendapat, jangan melakukan investasi padat modal, justru ini menjadi gerbang kehancuran Bali (Murjanayasa, pemerhati pariwisata dan Ekonom Unud), dan Guru Besar FE Unud , Prof.Rahyuda, mensinyalir bahwa investasi asing yang ada di Bali tidak memberikan Multiplier effek kepada kehidupan masyarakat Bali. Demikian halnya lebih tragis lagi Ketua PHRI Bali, Tjok.Artha Sukawati, menyatakan bahwa perkembangan pariwisata Bali, belum mampu menyejahtrakan masyarakatnya. Bali harus dijaga keamannnya, karena merupakan aset dunia. Menjaga keamanan Bali harus dilakukan oleh semua unsur, masyarakat, daerah, pusat secara bersama sama dalam satu komitmen dalam wujud program nyata, termasuk dengan menguatkan adat dan istiadat Bali dan peran Desa Pakraman dalam menjaga keutuhan Bali. Peran Desa Pakraman amat penting, karena sudah didasarkan dipayungi Peraturan Daerah No 3 Tahun 2001, sebagai payung bagi penjelasan sebuah situasi lokal dan tradisional yang ada di Bali.(Surpha, 2006, hal.v)
Pembangunan Bali berwawasan Tri Hita Karana
Untuk memertahankan eksistensi pariwisata Bali kedepan maka konsep pembangunan alam Bali yang berwawasan Tri Karana yang dirancang pendahulu pendahulu, masih tetap relevan untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan alam Bali secara komperhensip.
Secara etimologis bahasa, Tri berati 3, Hita bahagia dan Karana artinya penyebab, jadi tri hita karana berati tiga penyebab kebahagiaan. Ajaran inilah mengajarkan manusia berupaya menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat menimbulkan kebahagiaan. Jika ini dipertahankan akan menghasilkan kebahagian yang kontinu secara terus menerus. (Wiana, 2007, hal.5-23)
Bali ini kecil, jika masyarakat, pemerintah berkeinginan menjadi Bali tetap ajeg dan menarik wisatawan, maka harus ada komitment semua pihak untuk satu langkah satu visi maka Bali dijamin tetap menarik wisatawan. Jangan mengekplor Bali berlebihan yang tidak sesuai dengan daya dukung yang dimiliki. Implementasi konsep tri hita karana dalam pembangunan alam Bali secara makro dan mikro, dimulai dengan 1). pembangunan Parhyangan disisi hulu alam Bali tetap dipertahan sebagai kawasan dan wilayah kesucian tetap dipertahankan sebagai harga mati, 2). Pembangunan lingkungan sosial sebagai kawasan pawongan, ditengah tengah alam Bali sebagai sarana penunjang kehidupan manusia di wilayah kota dan desa, dan 3). Pembangunan palemahan , yaitu kawasan lingkungan alam sebagai penyangga lingkungan yang lain, seperti hutan, gunung, laut, pantai, jangan diusik, biarkan sesuai fungsinya, niscaya Bali ini seimbang, harmonis, untuk dinikmati oleh generasi yang akan datang baik untuk penduduk Bali maupun luar Bali termasuk wisatawan dan Winus dapat menikmati Bali yang shanti. Jika salah satu terganggu maka kelangsungan hidup yang damai (shanti) pasti terganggu. Kesemua ini dapat dilakukan tergantung manusianya yang mengatur.

Peran Masyarakat dalam pembangunan ekonomi riil dan Kesiapan Bali Jelang AEC ( Asean Economic Community)
Bagaimana mengatasi isu yang muncul, yang dihadapi Bali sangatlah penting untuk dicarikan solusi, mengingat Bali akan menjadi tuan rumah AEC pada tahun 2015 mendatang. Peran masyarakat dalam pembangunan ekonomi riil amat diperlukan dalam mengatasi ekonomi dunia terutama dikawasan negara negara ASEAN.  AEC dibentuk sebagai kerjasama untuk memperkuat tingkat pertumbuhan ekonomi setiap anggota. Salah satu programnya adalah mempercepat AEC blueprint dari 2020 menjadi 2015, yang akan diselenggarakan di Bali.  Sebagai tuan rumah penyelenggara, dari sisi penyediaan sarana prasarana, tentu Bali yang memiliki covensiton centre di Nusa Dua Bali, memungkin menampung para peserta anggota AEC, termasuk kesiapan objek untuk menerima kunjungan peserta AEC di Bali. Bagaimana tetap memertahankan kesiapan Bali baik dari sudut sarana fisik, Sumber Daya, manusianya dan lingkungan mutlak harus dilakukan dengan berbagai daya dan upaya maksimal.
Peran masyarakat Bali dalam pembangunan ekonomi riil, dapat dilakukan, mengingat mulai tahun 2015, pelaku ekonomi termasuk pelaku bidang pariwisata akan bersaing secara profesional di Bali sendiri, maupun di negara ASEAN. Peran masyarakat dalam pembangunan riil disemua sektor dapat dilakukan melalui peran sektor ekonomi menunjang pembangunan ekonomi riil. Masyarakat Bali harus ambil bagian dan menyiapkan diri seluas luasnya untuk dapat bersaing dan menghadapi AEC, karena diantara anggota memiliki peluang yang sama dalam membangun kawasan ekonomi antara anggota AEC itu sendiri. Kesungguhan dan keseriusan pelaku ekonomi harus dibangun, peran pemerintah dalam memfasilitasi aturan yang berlaku, dan membina pelaku ekonomi untuk terus diupayakan secara maksimal. Bali harus siap menerima perubahan tata ekonomi Baru mulai tahun 2015
            BAB III
            KESIMPULAN
             
Sektor Pariwisata sebagai penghasil devisa negara di dunia termasuk Indonesia khususnya, mulai tahun 70 an dan berkembang sejak tahun 1980an hingga mencapai masa puncaknya tahun 1992-1997, dengan dukungan dominan dari Bali sebagai Pulau Dewata. Walaupun demikian Pariwisata Bali telah mengalami pasang surut, tahun 1970an karena belum mendapat perhatian pemerintah, kemudian tumbuh dan berkembangan di era tahun 1980an hingga tahun 1997. Pariwisata Bali pernah mengalami stagnan setelah bom Bali 2002, 2005, berkembang setelah dilakukan recovery mulai 2006, kemudian diharapkan bekerlanjutan dapat berkembang pada masa yang akan datang.
Dalam perkembangannya menyisakan berbagai persoalan, tantangan dan hambatan yang harus diatasi, dan kedepan Bali yang indentik dengan pariwisata harus memiliki Benteng Terbuka dalam mengantisipasi pengaruh yang masuk. Dari sisi ekonomi, Bali tetap bertumpu pada sektor pariwisata, mengingat sektor pertanian belum dapat diandalkan. Saat ini sektor lain, sudah menggeser peran sektor pariwisata dalam penyumbang pendapatan daerah. Kedepan pariwisata Bali harus berbenah diri dalam menerima dampak luas, yang dapat menjadi ancaman bagi eksistensi pariwisata, jika tidak dikelola dengan seimbang dengan pendekatan konsep Tri Hita Karana.
Bali tidak bisa menghidari berbagai pengaruh luar yang akan masuk, untuk itu kedepan Bali harus memiliki “Benteng Terbuka”, dimana pariwisata menerima berbagai perubahan globalisasi akan tetapi menghindari dampak negatif. Untuk itu, harus memiliki kekuatan /benteng sebagai daya tahan atas gempuran berbagai dampak yang tidak dapat dihindari. Dalam menghadapi AEC 2015, sektor ini hendaknya tetap dapat menjadi andalan kedepan. Bagaimana sektor ini dan masyarakat Bali dapat mengambil bagian dalam pembangunan riil dalam mendukung AEC untuk tumbuh dan saling menguatkan diantara anggota, untuk mengukir kembali apa yang pernah dicapai sektor ini.



Saran
Penelitian dan tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan implikasi positif terhadap konsep ketahanan Bali dimasa yang akan datang. Sebagai saran, Integrasi dan koordinasi dalam membangun pariwisata Bali secara komperhensip dalam menjaga Bali, terus dilakukan semaksimal mungkin secara terus menerus.


No comments:

Post a Comment