BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan
merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pada
Tahun 2011, Industri pariwisata menciptakan GNP sebesar 3,3 trilyun dollar AS,
hampir 11 % dari total GDP dunia. WTO memprediksi bahwa pariwisata akan terus
mengalami perkembangan dengan rerata pertumbuhan jumlah wisatawan Internasional
4 % pertahun sampai tahun 2010. ( Pitana, 2005:5 ). Sementara itu, menurut
Menteri Pariwisata dan ekonomi kreatif Mari Elka Pangestu, secara nasional,
Indonesia menargetkan 9,2 juta wisatawan pada tahun 2014, lebih tinggi
dibandingkan 8,6 juta wisatawan di tahun 2013. ( Palgunadi, 2014. hal.50 )
Berdasarkan persentase rata share Bali terhadap nasional 35,26
(Statistik Pariwisata Bali, 2009.hal.22 ), maka wisatawan ditargetkan datang ke
Bali pada tahun 2014 adalah 3.243.920.
Indonesia
sebagai salah satu negara di dunia mengandalkan pariwisata sebagai sumber
devisa negara, memiliki berbagai daerah sebagai tujuan wisata bagi wisatawan di
dunia. Bali sebagai salah satu wilayah Indonesia , sebagai pulau yang memiliki
daya tarik dan keunikan tersendiri terkenal dengan pulau surga dengan Pura,
sebagai tempat Suci untuk pemujaan Tuhan (LPPM, 2012:2) . Bali sangat sering
dikujungi wisatawan dengan berbagai alasan, sekaligus sebagai penyumbangan
devisa negara dan pendapatan daerah telah dibangun sesuai program pembangunan
pemerintah.
Bali dulu dibangun berdasarkan konsep Tri Hita Karana yaitu 3 konsep
keseimbangan hubungan, yaitu antara Tuhan, manusia, dan lingkungan dengan
implimentasi pembangunan Pariangan, pawongan dan pelemahan, membawa dan
menjadikan Bali harmoni dan tetap memiliki daya tarik sebagai tujuan wisatawan.
Dalam 3 dasa warsa perkembangan pariwisata Bali menunjukan
perkembangan begitu pesat di era tahun 1980an hingga 1992 . Akibatnya adalah
membawa konsekuensi dan menimbulkan beberapa permasalahan dan keutuhan bagi
Bali sendiri, sebagai akibat pengaruh globalisasi, urbanisasi, tantangan dan
ancaman Bali diekploitasi secara berlebihan oleh investor. Banyaknya investor
asing masuk disektor pariwisata justru berujung pada pertumbuhan ekonomi Bali
tanpa multiplikasi efek karena belum diatur pemerintah daerah (Rahyuda,
Balipost, 24 Nop 2013:38).
Dalam perkembangannya, selalu ada faktor yang menghambat, dan
bagaimana jika hal ini terus terjadi, bagaimana dapat melihat pariwisata Bali
di masa yang akan datang, ini yang menarik penulis, solusi apa yang akan
dilakukan untuk menangkal beberapa pengaruh, agar Bali tetap eksis sepanjang zaman,
lebih-lebih Bali akan menjadi tuan rumah untuk AEC meeting pada tahun 2015
nanti. Permasalahan yang dihadapi pariwisata Bali kedepan, adalah seperti
resonansi, sumber daya, daya dukung, daya tahan yang membentengi Bali agar kuat
menangkis berbagai pengaruh luar.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana pariwisata Bali dimasa yang akan datang?
1.3 Tujuan
untuk mengetahui dan
memberi gambaran bagaimana pariwisata Bali dimasa yang akan datang.
1.4 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan pariwisata Bali, dengan metode
survei untuk memperoleh informasi-informasi dan data dari gejala, serta
mendapatkan untuk mendapat keterangan dengan menggunakan pedoman questioner.
Daerah yang dipilih sebagai objek penelitian adalah Kabupaten Badung, Gianyar
dan Karangasem dengan pertimbangan bahwa di daerah ini sektor pariwisatanya
tumbuh dengan pesat.
Untuk memenuhi tujuan penelitian maka data dikumpulkan melalui survei
lapangan dari informan-informan, studi perpustakaan dan sumber sumber relevan.
Informan dalam penelitian ini berasal dari pelaku kebijakan yaitu Kantor Dinas
Pariwisata dan , pelaku pariwisata, serta masyarakat pemerhati pariwisata.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif deskriptif
dengan menyajikan dalam bentuk tabel, uraian dan analisis. Penggunaan
pendekatan kuantitatif deskriptif secara bersamaan dimaksudkan untuk memberikan
informasi yang maksimal (Singaribun, 1990).
BAB II
PEMBAHASAN
Gambaran
Umum Pariwisata Bali Kini dan Kedepan
Jika kita melihat dari pengertian pariwisata itu sendiri, maka
munculnya pariwisata itu sendiri adalah akibat dilakukan wisata ke objek wisata
dan tujuan tujuan lain, seperti halnya wisata ke Bali. Adanya kunjungan
tersebut dapat dijadikan salah satu indikatornya untuk melihat bagaimana
perkembangan pariwisata suatu daerah. Besarnya jumlah kunjungan dan lamanya
tinggal wisatawan di Bali dapat dijadikan indikator melihat perkembangan atau
pertumbuhan sektor pariwisata Bali kedepan.
Pertumbuhan
pariwisata Bali dalam kurun waktu 11 tahun yakni pada tahun 2003 sampai dengan
tahun 2013, dengan mengutip data yang disampaikan Prof. Wiendhu Nuryanti Vice
Minerters saat international seminar on The Future of Bali Tourism menunjukan
tren yang meningkat dari 995.272 pada tahun 2003 mencapai 3.341.889 di tahun
2013, dengan Gross Regional Domestic Product ( GRDP) yang meningkat pula untuk sector
trade, hotel restourant. ( Curve : Rapid Growth of Tourism In
Bali ).
Dari data kunjungan wisatawan data ke Bali menunjukan peningkatan
setelah terjadi Bom Bali 1 tahun 2002, dan bom Bali 2 pada tahun 2005 yang
membawa konsekuensi buruk bagi kunjungan wisatawan ke Bali, bahkan menunjukan
minus, walaupun sifatnya sementara. Dalam 5 tahun terakhir, dari tahun 2008-2013,
sampai awal tahun 2014 menunjukan bahwa kunjungan wisatawan ke Bali cukup baik
mengalami peningkatan.
Selama
kwartal I 2014, sektor pariwisata Bali tumbuh diatas rata rata nasional, dengan
tingkat pertumbuhan 6,86 persen lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional
5,21 persen. Hal ini disebabkan oleh makin menguatnya sektor pariwisata Bali,
dengan kunjungan bulan Januari-april mencapai 2.947.684 atau tumbuh 10,64
persen pada periode yang sama tahun 2013 sebesar 2.664.176 wisatawan.
Diprediksi target 9,3 hingga 9,5 juta bisa tercapai dengan target pertumbuhan
6-8 persen dapat tercapai, dengan pasar utama Singapura (463.924), Malaysia (413.504) dan RRC (324.344) Australia (316.122),
demikian dikatakan Mentri Pariwisata dan Industri Kreatif, Mari Pangestu. (
Balipost 6 Juni 2014:21).
Tingkat
pertumbuhan kunjungan Wisatawan lima tahun terakhir menunjukan perkembangan
seperti data tabel 1.
Dari data pertumbuhan kunjungan
wisatawan asing ke Bali dari tahun ke tahun cendrung menunjukan peningkatan
dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, kecuali 2014 , karena sebagaian
wisatawan menunda kunjungannya karena diketahui di Indonesia sedang
melaksanakan pemilu legislatif dan presiden, disamping imbas dari beberapa
kerusuhan di Thailand. Belum lagi kunjungan wisatawan domestik, dari luar Bali
secara rutin cendrung meningkat. Dengan demikian ini berarti pariwisata Bali
kedepan masih cukup baik, dan kita optimis, selama Bali masih berdiri, pasti
dikunjungi oleh wisatawan.
2.2 Pendapatan Daerah , dan laju pertumbuhan
Bila kita melihat Pendapatan daerah dengan menggunakan indikator
PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, maka PDRB Bali dari tahun
2010 sampai dengan 2013, berdasarkan data BPS 2013, seperti data dalam tabel
2 dan tabel 3.
Dari kunjungan wisatawan dalam 4 tahun ini terus mengalmi
kenaikan, kecuali 2014, sumbangan terhadap PDRB Bali terus mengalami
peningkatan, serta laju pertumbuhan menunjukan sektor perdagangan, hotel dan
restoran di tahun 2010 menempati angka pada urutan ke 3 setelah sektor
pengangkutan dan komunikasi, di tahun 2011 menempati urutan 4 setelah listrik
dan gas, pada tahun 2012 di urutan ke 8 setelah sektor keuangan dan penyewaan,
dan di tahun 2013 di urutan ke 6 setelah bangunan.
Facts and Challenges
Beberapa fakta menunjukan bahwa kondisi Bali dahulu
kala berbeda dengan sekarang, secara fisik memang sangat kelihatan. Bali
dikatakan tidak secantik dan menarik seperti dahulu. Bedanya, dulu hampir
hamparan daerah persawahan yang hijau sangat indah dijumpai di pelosok pelosok
Bali, pengerjaan sawah dengan pertanian tradisional masih banyak kelihatan,
dengan petani yang lugu dan ramah sangat menarik wisatawan. Sekarang hampir 60
% daerah pertanian di Bali dipenuhi oleh bangunan beranekaragam yang lebih
banyak berorientasi pada ornamen Bali
Minimalis, yang mengubah wajah Bali. disepanjang perjalan dari airport menuju
tempat wisata. Bangunan bangunan yang berorientasi pada aspek ekonomis, seperti
bangunan supermarket, pasar-pasar modern merangsek ke daerah pedesaan, sehingga
tidak ada kesan mana batas desa dan daerah perkotaan, tidaklah jelas. Perumahan
dengan sistem property untuk menyediakan fasilitas perumahan, menelan habis
habis tanah pertanian yang subur, karena para petani Bali tidak lagi
mengerjakan sawahnya , karena sebagai petaninya sudah berumur diatas 50 Tahun
tidak mampu mengerjakan sawahnya secara optimal, generasi berikutnya tidak mau
bertani.
Efek
Globalisasi dan Urbanisasi Masyarakat Pendatang
Begitu
semaraknya perkembangan pariwisata Bali dan kehidupan di Bali, sangat menarik
penduduk luar masuk dan bermukim di Bali, sekaligus menjadikan Bali tempat
meraih pedapatan yang sangat layak dimata penduduk luar Bali. Hal ini
menjadikan urbaniasi ke Bali terjadi secara besar-besaran. Hal ini juga menjadi
Bali penuh sesak oleh penduduk pendatang. Daya tampung Bali semula dengan
penduduk 2 juta, sekarang penduduk Bali menjadi hampir 3 juta ditambah 2 kali
lipat penduduk yang berasal dari luar Bali dengan berbagai dampak negatifnya.
Banyak kriminal terjadi di Bali, termasuk pernah terjadi Bom Bali I tahun 2002,
dan 2005 bom Bali II, ini menjadi fakta dan tantangan Bali dan masyarakat
umumnya dan dunia pariwisata khususnya. Isu urbanisasi dan efek globalisasi
tidak bisa dihindari kecuali
harus dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh.
Globalisasi menunjukan hampir tidak ada batasan jarak lagi antara
bangsa bangsa di dunia. Pemenuhan kebutuhan hidup dengan cepat dapat terpenuhi,
berkat komunikasi yang serba cepat, lalu lintas transaksi bisnis tidak lagi
mengharuskan pertemuan produsen dengan konsumen, antara pembeli dan penjual,
transaksi ekonomi secara eletronik. Peradaban manusia dibelahan bumi hampir
akan tidak ada batasan yang jelas, pembauran menjadi tujuan utama mereka.
Perubahan Kultur
Masyarakat Bali
Perubahan yang signifikan sebagai imbas adanya
perkembangan pariwisata Bali, menimbulkan adanya perubahan kultur
masyarakatnya. Hal ini terjadi karena adanya orientasi kehidupan masyarakat
Bali yang dulunya masyarakat agraris tradisional ke masyarakat agraris modern,
yang lebih banyak berorientasi secara ekonomis, dimana segala galanya diukur
dengan nilai uang. Waktu adalah uang, hampir semua kehidupan masyarakat Bali
mengejar uang untuk memenuhi kehidupan yang lebih banyak konsumtif, tanah
dijual dan disewakan untuk mendapatkan uang, hampir tidak ada tanah yang
kosong,dialih fungsikan oleh pemilik yang baru dan pengelola untuk menghasilkan
uang kembali, baik dibangun usaha berjejer di sisi jalan, supermarket, villa,
hotel, perumahan, penginapan, dan sedikit untuk kepentingan ruang kosong
sebagai tempat beraktivitas umum termasuk aktivitas masyarakat dalam upacara,
dan kegiatan sosial. Kehidupan masyarakat Bali
secara umum sudah bergeser , hal ini dapat dilihat bahwa dari polarisasi
kehidupan masyarakat Bali terutama di daerah perkotaan sudah bergeser dari social
oriented ke economis oriented. Inilah sebagai paradigma dan pertanda
dan tantangan kehidupan dan kultur masyarakat Bali .Bila dibandingkan antara
pendapatan yang diterima dari sektor pariwisata, dengan kehilangan value atas
nilai nilai budaya dan jati diri masyarakat Bali, sungguh tidaklah sebanding,
sangatlah jauh, sangat sulit dan mahal untuk dikembalikan.
Cultured and Economic
Oriented
Pariwisata
sebagai suatu aktivitas yang secara langsung menyentuh berbagai aspek kehidupan
dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa dampak terhadap masyarakat. Dampak
yang dapat ditimbulkan seperti dampak sosial-budaya, sosial-ekonomi dan dampak
terhadap lingkungan. Culture mengandung pengertian yang amat luas, di
dalamnya mengandung tradisi, value, paham, rambu-rambu untuk
kemanusiaan. Kata kunci Culture adalah Nilai tradisi, demikian dikutip
dari pernyataan Prof. Wiendhu Nuryanti, dalam paparan “Harmony &
Dissonance in the Development of Culture and Tourism in Bali and Indonesia In
General” saat Internasional seminar 2 Juni 2014, di Udayana Univercity
Denpasar. Lebih lanjut diuraikan bahwa “Culture can bring a number of
benefit to diffrent stakeholders, from individual sepiritual values to economic
prosperity through tourism.However, Diffrent in values, Intrests, Expectation
and priorities among stakeholders may creat conflic bettween, culture and
development, notably tourism development”. Dalam
hubungan culture dengan tourism, Complex phenomena
characterized by conflicting interaction because culture is usualy associated
with traditions and sustainability, whereas tourism is dynamic with constant
change in very rapid motion. Pizam
and Milman, 1984 (dalam Pitana:118), mengklasifikasikan dampak sosial-budaya
pariwisata atas enam dampak terhadap : 1) demografi, 2) mata-pencaharian, 3)
budaya (tradisi, keagamaan, bahasa), 4) tranformasi norma (nilai, moral peranan
seks), 5) modifikasi pola konsumsi, 6) Lingkungan (polusi, kemacetan lalu
lintas).
Adanya
perkembangan pariwisata Bali, membawa dampak sosial budaya, seperti pertambahan
penduduk Bali, karena urbaniasi penduduk dari luar Bali, peningkatan
mata-pencaharian penduduk Bali dan luar Bali, tradisi cendrung berubah, ritus
keagamaan makin semarak karena pendapatan makin meningkat yang diterima dari
sektor pariwisata, moral dan peranan seks berubah seperti , pelanggaran
terhadap norma norma, adanya prilaku seks bebas dikalangan generasi muda, dan
pola konsumsi berubah seperti, adanya budaya makan diluar rumah, dan adanya
perubahan menu makan dari menu makanan tradisional ke fastfood.
Sedangkan dampak terhadap lingkungan seperti, adanya kemacetan di daerah daerah
tertentu, serta polusi di daerah perkotaan, dan dampak sosial-ekonomi seperti,
dampak terhadap : 1) penerimaan devisa, 2) pendapatan masyarakat, 3) kesempatan
kerja, 4) harga-harga, 5) distribusi manfaat, 6) kepemilikan dan kontrol, 7)
pembangunan pada umumnya, 8) pendapatan
pemerintah (Pitana, 2005:110).
Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di Dunia, dan
merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Dalam hal
ini pada tahun 2011 pariwisata saat itu diprediksi akan menghasilkan penerimaan
sekitar US$ 18,7 Milyar (Duval, 2004). Dalam penyerapan tenaga kerja, industri
pariwisata dapat menyerap tenaga kerja 25% dari total kesempatan kerja pada
tahun 2001 (Monsen dalam pitana,2005:1).
Disisi
lain, industri pariwisata memberi dampak yang sangat luas bagi industri
penunjang pariwisata, sehingga betapa industri pariwisata menjadi andalan utama
dalam mendongkrak penghasil dan penerimaan. Besarnya penerimaan yang diberikan
sektor pariwisata , menggeser peran sektor lain secara ekonomis, lebih jauh
membawa konskensi logis orientasi masyarakat lebih condong ke economic
oriented, dimana semua orientasi kehidupan semata mata didasarkan oleh
ukuran satuan uang sebagai penerimaan yang memiliki nilai /value sebagai
alat pertukaran. Sedangakan dampak sosial ekonomi yang mencolok saat ini adalah
banyaknya perpindahan kepemilikan atas aset masyarakat dalam bentuk kepemilikan
lahan di Bali, adanya kesempatan kerja, perubahan harga-harga dengan istilah “harga
turis”, pendapatan masyarakat dan pemerintah yang meningkat, dan saat ini
dirasakan manfaat semakin berkurang karena sumber atas trasaksi di beberapa
pusat pariwisata, diambil oleh pihak luar Bali, seperti yang terjadi di Kuta
Badung, Nusa Dua dan sebagian besar Ubud Gianyar. Dengan demikian kedepannya semakin lama masyarakat
Bali akan kehilangan sumber mata pencaharian
Serangan
budaya asing, budaya Bali makin terjepit
Bali
sebagai daerah tujuan wisata, memiliki budaya yang telah diwarisi dari nenek
moyang terdahulu. Budaya masyarakat Bali sumbernya berakar dari agama Hindu,
adat istiadat dan kesenian serta norma yang dianut berorientasi pada masyarakat
agraris. Agama Hindu merupakan agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Bali.
Memiliki 3 kerangka dasar, yaitu Tattwa, Susila, dan Ritual. Tattwa
merupakan filsafatnya, dan susila adalah etika bagaimana melakukan, sedangkan
ritualnya adalah apa yang dilakukan, ini menyangkut bentuknya. Adat istiadatnya
meliputi kebiasaan kebiasaan, berdasarkan norma-norma umum yang diakui dan
dipegang masyarakat Bali secara turun temurun. Dilain pihak, kesenian yang
dimiliki meliputi kesenian tradisional dan daerah yang dimiliki masing masing
daerah di Bali, yang semakin memperkaya budaya Bali. Hal ini menjadi unsur dan
akar budaya Bali, dipegang, menyatu, dan mengakar pada kehidupan masyarakat
Bali, dan menjadi ciri khas Bali.
Wisatawan yang datang ke Bali berasal dari berbagai
negara di dunia, dan masing masing negara memiliki budaya masing masing. Karena
mendapat pengagruh pariwisata, globalisasi, adanya kunjungan wisatawan,
semakin lama di Bali memungkinkan terjadinya pergaulan antar wisatawan dengan
masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung. Pergaulan ini akan membawa
pengaruh bagi masyarakat dan kebudayaan Bali. Apakah pengaruh tersebut jelas
dilihat atau tidak, terasa atau tidak, yang diyakini lambat laun akan membawa
perubahan pada budaya Bali, sekaligus bagi kehidupan masyarakat Bali. Serangan budaya asing, seperti budaya berpakaian
tidak senonoh, budaya makan, budaya belanja, budaya berperilaku seperti
berpelukan dan bergandengan tangan di muka umum, etika dan pakaian masuk di
tempat-tempat suci di Bali, suguhan tari telanjang di Bar restoran tertentu,
tersebarnya cafe cafe di pedesaan, dan banyak contoh lainnya .
Bagaimana cara mengatasi dan
mengantisipasi pengaruh yang mungkin ditimbulkan, perlu benteng sebagai
kekuatan internal didalam diri manusia Bali, termasuk bagaimana menguatkan akar
kebudayaan Bali, dengan cara tetap memertahankan agama Hindu dengan berbagai
ritusnya, melestarikan kesenian tradisional, serta tetap memegang teguh dan
memertahankan norma-norma kehidupan masyarakat Bali.
The Foture of Bali
Tourism (problem and Solution)
Melihat bagaimana pariwisata Bali dimasa yang
akan datang, tidak dapat dipisahkan dari potret kondisi pariwisata pada masa
lalu, sekarang, dan dicoba memproyeksikan apa dan bagaimana kondisi pariwisata
pada masa yang akan datang. Untuk itu analisa akan lebih difokuskan pada
kondisi saat itu.
1.
Kondisi pariwisata pada
periode lalu
Kondisi
pariwisata pada periode 34 tahun yang lalu sekitar pertengahan tahun 1980an,
Pariwisata tumbuh dengan spektakuler. Meskipun Indonesia terkenal karena Pulau
Dewatanya dan berbagai daya tarik alam dan budayanya, namun sektor pariwisata
pernah layu di awal 1970an dengan alasan yang mirip dengan sektor non migas
lainnya, seperti harga minyak melonjak, kurangnya perhatian
pemerintah, tidak ada desakan untuk mengembangakan sektor ini, ketatnya aturan
terhadap orang asing. (Hill, 2002, hal.244).
Kondisi di tahun 1980an hingga 1992 sektor pariwisata menjadi sektor
primadona, karena turunnya harga minyak, serta daya dukung masih orisinil dan
asli, baik dari wajah fisik maupun non fisiknya Bali sebagai Pulau Dewata.
Wisatawan terkesima melihat Indahnya Pulau Dewata dan pulau-pulau lain di
Indonesia sebagai destinasi pariwsiata, sehingga masa boom pariwisata Indonesia
pernah mengalami pertumbuhan cepat, tertinggi dalam pariwisata di antara negara
negara ASEAN.
Melihat kecendrungan angka statistik yang cendrung meningkat baik dari
pendapatan yang diterima oleh masyarakat, daerah dan pusat, maka program
pembangunan pariwisata dioptimalkan, dengan harapan mendapat hasil maksimal
dari dilaksanakan pembangunan penunjang pariwisata seperti sarana penunjang,
Akomodasi dan penginapan, objek wisata, transportasi, lingkungan, dan
kelembagaan.
Dampak dari kebijakan indutri pariwisata ini, menjadikan konsentrasi
berlebihan di Bali, dan sejumlah tantangan berat masih menghadang dalam
memertahankan tingkat pertumbuhan pariwisata yang diharapkan, yang jadi
perdebatan disinyalir penduduk lokal tidak banyak memeroleh keuntungan ekonomi
( Hill, hal.246).
2.
Kondisi Pariwisata
sekarang
Doktrin
Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di Dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan
devisa di berbagai negara, tidak demikian halnya Bali, khususnya. Angka
statistik menunjukan pada Tahun 2011, Industri pariwisata menciptakan GNP
sebesar 3,3 triliun dollar AS, hampir 11 % dari total GDP dunia. WTO
memprediksi bahwa pariwisata akan terus mengalami perkembangan dengan rerata
pertumbuhan jumlah wisatawan International 4 % pertahun hingga tahun 2010. Pada
Tahun 2011 pariwisata saat itu diprediksi akan menghasilkan penerimaan sekitar
US$ 18,7 miliar ( Duval,2004). Menurut Monsen, Dalam penyerapan tenaga kerja,
industri pariwisata dapat menyerap tenaga kerja 25% dari total kesempatan kerja
pada tahun 2001 (Pitana, 2005: 1-5).
Disisi lain industri pariwisata memberi dampak yang sangat luas bagi
industri penunjang pariwisata, sehingga industri pariwisata menjadi andalan
utama dalam mendongkrak penghasil dan penerimaan. Besarnya penerimaan yang
diberikan sektor pariwisata dapat menggeser peran sektor lain secara ekonomis,
lebih jauh membawa konskensi logis orientasi masyarakat lebih condong ke economic
oriented, dimana semua orientasi kehidupan semata mata didasarkan oleh
ukuran satuan uang sebagai penerimaan yang memiliki nilai /value sebagai alat
pertukaran.
Bali
sebagai salah satu andalan pariwisata Indonesia memiliki keunikan tersendiri.
Sebagai island of Good, Bali memang memancarkan sinar kesucian para dewa
yang ada di surga, sangat terasa ketika kita dan semua wisatawan merasakan
bahwa Bali memang berbeda dengan pulau lainnya. “Gerbang kepariwisataan
Indonesia adalah Bali”, demikian
disampaikan Wakil Menteri RI Bidang Pariwisata, Prof. Wiedhu Nuryanti, dalam
International Seminar In Bali, 2 June 2014.
Relevansi dengan kondisi sekarang, berdasarkan suvei yang dilakukan
Dinas Pariwisata Bali 2003 seperti disampaikan Pitana (2005, hal.76- 77),
setelah data diolah, secara umum menunjukan bahwa: penilaian positif wisatawan
terhadap Bali, adalah 84,07% wisatawan menyatakan Alam Bali masih asli, 65,11 %
karena peduduknya yang ramah, dan 52,87 % karena Daya tarik kebudayaan, 18,20 %
karena upacara adat dan budaya. Sedangkan Winus memberikan alasan, 51,98 %
karena Alam Bali yang masih menarik, 40,65 % daya tarik kebudayaan dan 19,55 %
peduduk yang ramah. Motivasi perjalan wisata ke Bali, hampir 94 % karena alasan
berlibur , 22,71 % alasan bisnis, disampaikan wisatawan, sedangan 49,29 %
alasan berlibur, 17,28 % karena konferensi/seminar, 10,20 Tugas pemerintah yang
disampaikan oleh Winus. Dari harapan yang diinginkan oleh wisatawan menyatakan,
48,54 % sesuai dengan yang diharapkan, dan 44,10 % lebih baik dari yang
diharapkan, sedangkan winus menyatakan 71, 53 % menyatakan sesuai dengan yang
diharapkan, dan 20,40 lebih baik dari yang diharapkan.
Berdasarkan atas alasan tersebut, diprediksi Bali tetap memiliki
alasan untuk dikunjungi wisatawan, Winus menunjukan bahwa keterbukaan Bali
masih kental, dan bahkan menjadi kekuatan pariwisata Bali yang harus
dipertahankan dan dipelihara dengan baik dimasa yang akan datang. Walaupun
kunjungan wisatawan ke Bali terus meningkat, lima tahun belakangan ini peneliti
menemukan dan mecermati , kondisi fisik dan non fisik Bali berubah, sebagai
akibat pembangunan bidang pariwisata kebablasan, dengan harapan berlebihan,
sehingga terjadi full capacity dengan berbagai dampak dan problema baru
bermunculan. Bali dengan tempat tujuannya saat ini tidak semulus dulu, sudah
banyak bopengnya, dilihat dari ke-ruangan. Wilayah Sakralisasi sudah
tergerus oleh model profan yang berlebihan, kedepan menjadi ancaman dan
tantangan bagi pariwisata Bali. Secara statistik dari data pada tabel 2 dan 3,
menunjukan PDRB dan laju pertumbuhan sumbangan dari sektor Perdagangan, Hotel
dan restoran sudah tidak dominan lagi sebagai penyumbang pendapatan daerah,
bahkan dalam 5 tahun ini menempati urutan 4 hingga 8 , disamping karena faktor
lain seperti makin besarnya peran sektor lain.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Ida Bagus Ngurah
Wijaya menyatakan Pariwisata Bali sekarang masih tumbuh, artinya kualitas
wisatawan era 80 an, memiliki spending money (pengeluaran wisatawan 300
dollar, dengan length of stay 14 hari, sekarang 100 dollar per orang
untuk 3 hari, ada persaingan tarif tidak sehat (murah), karena kelebihan daya
tampung kamar, justru dapat mengindikasikan Pariwisata Bali Turun Kelas ini
menjadi keakhwatiran kalangan pariwisata di masa akan datang. Dia khawatir “The
Last Paradise” menjadi Lost Paradise, karena jumlah kamar saat ini 80.000 ,
dan 50.000 berada di Bali selatan , Nusa Dua Kab. Badung, kata Seksen PHRI Bali
AA.N.Adhi Ardana. (Majalah Balipost, 6 April 2014, hal.38)
Masih terjadinya ketimpangan pertumbuhan
pariwisata, antar wilayah Bali
Selatan, dengan Timur dan Utara, selama ini belum dapat diatasi maka belum
mampu menyejahtrakan masyarakat Bali, Ketua PHRI Bali, (Tjok.Artha Sukawati,
2013.hal.39).
3.
Meneropong apa dan
bagaimana pariwisata Bali ke depan
Meneropong apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tidak dapat
dilepaskan dari apa dan bagaimana yang terjadi pada masa lalu, dan sekarang.
Dimasa lalu adanya boom, daya dukung masih baik, saat ini pembangunan di semua
sektor pendukung telah dilakukan, tetapi dilain pihak pembangunan tidak
terdapat sinkronisasi pembangunan, kelebihan kamar, pelanggar keruangan,
derasnya dampak globaliasi yang dapat menggerus normalisasi daya dukung
tersebut.
Disisi lain industri pariwisata memberi dampak yang sangat luas bagi
industri penunjang pariwisata, sehingga industri pariwisata menjadi andalan
utama dalam mendongkrak pendapatan masyarakat dan pemerintah.
Kedepan Bali sebagai salah satu andalan kepariwisataan Indonesia tetap
memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Sebagai the island of the Gods,
Bali memang memancarkan sinar kesucian para dewa yang ada di surga, sangat
terasa ketika kita dan semua wisatawan merasakan bahwa Bali memang berbeda
dengan pulau lainnya.
Berdasarkan survei, alasan wisatawan tetap memilih Bali sebagai tujuan
wisata adalah Bali memiliki alam dengan panorama matahari terbit yang bisa
dinikmat oleh wisatawan di Pantai Sanur dengan pasir putihnya, Sunset yang
sangat indah dapat dilihat dan dinikmati wisatawan di Pantai Kuta, Pantai Amed
Karangasem terkenal tempat wisata bahari, untuk snorkeling. Bali
memiliki bebrapa Gunung yang menjulang tinggi yang memancarkan kesucian, karena
gunung sebagai perlambang kemahakuasaan Tuhan YME, ada Pura sebagai
tempat suci untuk ritual pemujaan Tuhan bagi umat Hindu, terkenal dengan Pura
Besakih di Kabupaten Karangasem.
Disamping memiliki Gunung, Bali memiliki beberapa danau, seperti Danau
Batur dan Danau Buyan, Tamblingan, dengan Taman Bedugul yang terkenal dengan
hawa kesejukan penghasil stroberi, tempat-tempat wisata yang indah seperti Taman
Ujung, Air terjun Air sanih, Air terjun Gigit. Tidak ketinggalan ada desa
wisata seperti Desa Pengelipuran Bangli, Desa Trunyan di Karangasem, Desa
Sangeh dengan monkey forest, pertanian dengan sistem subaknya, lebih
lebih desa Ubud terkenal dengan lukisan dan desa dengan masyarakat tradisional
yang kental dengan lingkungan yang asri, dan Desa Mas Gianyar, terkenal dengan
kerajinan. Tradisi, adat
istiadat masyarakat, serta kebudayaan yang termasuk kesenian, agama Hindu yang
terus dipertahankan sehingga pada masa yang akan datang tetap memberikan daya
tarik sepajang masa.
Persoalan-persoalan
dan isu penting sebagai dampak masa lalu, selalu diupayakan untuk mencari
solusi terbaik agar tidak mengganggu perkembangannya karena fenomena yang
muncul ke permukaan dimasa yang akan datang tetap akan terjadi, sepanjang tidak
mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Isu kelebihan investasi
berjejalnya hotel dan restoran, kelebihan kamar di Bali Selatan, perang tarif,
kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan, di Kuta Badung, Kota Denpasar,
Ubud Gianyar sebagai akibat kebijakan ditambahnya volume kendaraan dari luar
masuk Bali, keamanan wisatawan tidak terjamin, kriminalitas, Curat,
penjambretan, peredaran barang barang terlarang, sabu-sabu, heroin, sehingga
implikasi pariwisata sangat rentan dengan peredaran narkoba, harus hati hati,
kata Kepala BNNP Bali Kombes I Gst Kt.Budiartha, serta beragam isu lain (
Majalah Balipost, 11 Mei 2014, hal.38). Dengan demikian dapat dikatakan,
kondisi ini mencerminkan kondisi keamanan dan kenyamanan Bali sudah terusik
kata Putu Anom, M. Par.. (Balipost, 24-30 Maret 2014,hal.39).
Isu kedepan Bali tidak menarik lagi mesti diterima
dan diantisipasi , agar hal itu tidak terjadi dengan menguat. Jika dibiarkan
lambat laun akan menjadi Cummulated Effect akan menjadi bumerang bagi
sektor pariwisata, lingkungan, dan Masyarakat Bali, apabila tidak mendapat
penanganan secara baik. Walaupun Bali sebagai tujuan wisata yang sangat dikenal
di mancanegara, diserang, menghadapi berbagai acaman dan tantangan kedepan,
Bali tetap menarik dan dipilih sebagai tujuan wisatawan berdasarkan beberapa
pertimbangan. Atas alasan tersebut, diharapkan pada masa yang akan datang Bali
tetap menjadi tujuan utama untuk dikunjungi wisatawan dan winus, serta menunjukan
bahwa keterbukaan Bali masih kental, dan bahkan menjadi kekuatan pariwisata
Bali yang harus dipertahankan dan dipelihara dengan baik.
Solusi Benteng
Terbuka dan keamanan Bali
Bali merupakan suatu pulau yang indah dan unik
dengan tradisi dan adat istiadatnya, dengan penduduk mayoritas beragama hindu
yang sarat dengan ritual. Bali menarik untuk dikunjungi wisatawan, hal tersebut
membuat pariwisata di Bali semakin berkembang pesat. Dari perkembangan tersebut menimbulkan berbagai permasalahan yang komplek,
dan berujung pada terusiknya kehidupan dan jati diri penduduk Bali.
Permasalahan yang mengepung Bali dalam dasa warsa belakangan dan diprediksi
masih dialami pada masa yang akan datang, jika tidak diatasi dengan baik dan
benar, maka semua pihak menghkawatirkan hancurnya Bali sebagai tempat wisata
dan sumber pendapatan untuk masyarakat, daerah dan pusat. Pengaruh dari
internal yaitu gemerlapan pariwisata Bali mengundang permasalah bagi Bali
sendiri, baik dari alamnya, manusia dan lingkungannya, maupun dari pengaruh
ekternal yang bersumber dari luar, seperti globaliasi dari berbagai aspek
kehidupan. Derasnya pengaruh yang terjadi dapat menghacurkan Bali sesuai dengan
perjalanan waktu. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan memperkuat jati
dirinya, maka semua kehidupan masyarakat Bali akan tergilas oleh keinginan dan
kepentingan berbagai pihak. Bali diserang oleh pemilik uang, karena Bali
menarik dari sisi Investasi Pariwisata, dengan mengandalkan keterkenalan dan
keharuman “Nama Bali” di penjuru dunia. Konsep dan ide pemikiran Benteng
terbuka dicetuskan Nordholt 2005, cukup relevan untuk mengamankan Bali dari
deras dan desakan luar. “ ........Bali yang terisolasi dan budayanya yang rapuh disatu pihak, dan
kejahanaman dunia di luar pihak, tidak bisa lagi dianggap benar. Bali tentunya
sudah terlalu terbuka terhadap pengaruh luar, dan sejak awal menjadi bagian
integral dari negara-bangsa Indonesia. Tetapi sejak otonomi daerah bergulir,
dikotomi moral artifisial antara Bali yang tak berdosa dan dunia luar yang jahanam,
sulit dipertahankan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kejahanaman kini hadir
mencolok mata di Bali sendiri. Namun di dalam Bali, sumber sumber utama
kejahamanan masih berada didunia luar, globalisasi setelah ledakan bom, teroris
International. Ancaman globalisasi yang berkedok pergerakan perdagangan bebas,
modal dan tenaga kerja serta ...... “ (Nordholt, 2005, hal.67).
Dalam konsep dan ide ini, Bali tidak kuasa
menolak datangnya berbagai pengaruh dan kepentingan, karena perkembangan zaman
dengan identitas kepentingan masing masing, tetapi Bali harus memiliki kekuatan
daya tangkal dari dirinya sendiri, untuk mampu mengatasi persoalan yang melilit
Bali pada umumnya dan pariwisata pada khusunya. Beberapa ekonom Bali memberi
pendapat, jangan melakukan investasi padat modal, justru ini menjadi gerbang
kehancuran Bali (Murjanayasa, pemerhati pariwisata dan Ekonom Unud), dan Guru
Besar FE Unud , Prof.Rahyuda, mensinyalir bahwa investasi asing yang ada di
Bali tidak memberikan Multiplier effek kepada kehidupan masyarakat Bali.
Demikian halnya lebih tragis lagi Ketua PHRI Bali, Tjok.Artha Sukawati,
menyatakan bahwa perkembangan pariwisata Bali, belum mampu menyejahtrakan
masyarakatnya. Bali harus dijaga keamannnya, karena merupakan aset dunia.
Menjaga keamanan Bali harus dilakukan oleh semua unsur, masyarakat, daerah,
pusat secara bersama sama dalam satu komitmen dalam wujud program nyata,
termasuk dengan menguatkan adat dan istiadat Bali dan peran Desa Pakraman dalam
menjaga keutuhan Bali. Peran Desa Pakraman amat penting, karena sudah
didasarkan dipayungi Peraturan Daerah No 3 Tahun 2001, sebagai payung bagi
penjelasan sebuah situasi lokal dan tradisional yang ada di Bali.(Surpha, 2006,
hal.v)
Pembangunan
Bali berwawasan Tri Hita Karana
Untuk memertahankan eksistensi pariwisata Bali kedepan maka konsep
pembangunan alam Bali yang berwawasan Tri Karana yang dirancang pendahulu
pendahulu, masih tetap relevan untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan alam
Bali secara komperhensip.
Secara etimologis bahasa, Tri berati 3, Hita bahagia dan Karana
artinya penyebab, jadi tri hita karana berati tiga penyebab kebahagiaan. Ajaran
inilah mengajarkan manusia berupaya menjaga hubungan harmonis antara manusia
dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungannya,
sehingga dapat menimbulkan kebahagiaan. Jika ini dipertahankan akan
menghasilkan kebahagian yang kontinu secara terus menerus. (Wiana, 2007,
hal.5-23)
Bali
ini kecil, jika masyarakat, pemerintah berkeinginan menjadi Bali tetap ajeg dan
menarik wisatawan, maka harus ada komitment semua pihak untuk satu langkah satu
visi maka Bali dijamin tetap menarik wisatawan. Jangan mengekplor Bali
berlebihan yang tidak sesuai dengan
daya dukung yang dimiliki. Implementasi konsep tri hita karana dalam pembangunan
alam Bali secara makro dan mikro, dimulai dengan 1). pembangunan Parhyangan disisi
hulu alam Bali tetap dipertahan sebagai kawasan dan wilayah kesucian tetap
dipertahankan sebagai harga mati, 2). Pembangunan lingkungan sosial sebagai
kawasan pawongan, ditengah tengah alam Bali sebagai sarana penunjang
kehidupan manusia di wilayah kota dan desa, dan 3). Pembangunan palemahan ,
yaitu kawasan lingkungan alam sebagai penyangga lingkungan yang lain, seperti
hutan, gunung, laut, pantai, jangan diusik, biarkan sesuai fungsinya, niscaya
Bali ini seimbang, harmonis, untuk dinikmati oleh generasi yang akan datang
baik untuk penduduk Bali maupun luar Bali termasuk wisatawan dan Winus dapat
menikmati Bali yang shanti. Jika salah satu terganggu maka kelangsungan
hidup yang damai (shanti) pasti terganggu. Kesemua ini dapat dilakukan
tergantung manusianya yang mengatur.
Peran
Masyarakat dalam pembangunan ekonomi riil dan Kesiapan Bali Jelang AEC ( Asean
Economic Community)
Bagaimana mengatasi isu yang muncul, yang dihadapi Bali sangatlah
penting untuk dicarikan solusi, mengingat Bali akan menjadi tuan rumah AEC pada
tahun 2015 mendatang. Peran masyarakat dalam pembangunan ekonomi riil amat
diperlukan dalam mengatasi ekonomi dunia terutama dikawasan negara negara ASEAN.
AEC dibentuk sebagai kerjasama untuk memperkuat tingkat pertumbuhan
ekonomi setiap anggota. Salah satu programnya adalah mempercepat AEC blueprint
dari 2020 menjadi 2015, yang akan diselenggarakan di Bali. Sebagai tuan rumah
penyelenggara, dari sisi penyediaan sarana prasarana, tentu Bali yang memiliki
covensiton centre di Nusa Dua Bali, memungkin menampung para peserta anggota
AEC, termasuk kesiapan objek untuk menerima kunjungan peserta AEC di Bali.
Bagaimana tetap memertahankan kesiapan Bali baik dari sudut sarana fisik,
Sumber Daya, manusianya dan lingkungan mutlak harus dilakukan dengan berbagai
daya dan upaya maksimal.
Peran masyarakat Bali dalam pembangunan ekonomi
riil, dapat dilakukan, mengingat mulai tahun 2015, pelaku ekonomi termasuk pelaku
bidang pariwisata akan bersaing secara profesional di Bali sendiri, maupun di
negara ASEAN. Peran masyarakat dalam pembangunan riil disemua sektor dapat
dilakukan melalui peran sektor ekonomi menunjang pembangunan ekonomi riil.
Masyarakat Bali harus ambil bagian dan menyiapkan diri seluas luasnya untuk
dapat bersaing dan menghadapi AEC, karena diantara anggota memiliki peluang
yang sama dalam membangun kawasan ekonomi antara anggota AEC itu sendiri.
Kesungguhan dan keseriusan pelaku ekonomi harus dibangun, peran pemerintah
dalam memfasilitasi aturan yang berlaku, dan membina pelaku ekonomi untuk terus
diupayakan secara maksimal. Bali harus siap menerima perubahan tata ekonomi
Baru mulai tahun 2015
BAB III
KESIMPULAN
Sektor Pariwisata sebagai penghasil devisa negara di dunia termasuk
Indonesia khususnya, mulai tahun 70 an dan berkembang sejak tahun 1980an hingga
mencapai masa puncaknya tahun 1992-1997, dengan dukungan dominan dari Bali
sebagai Pulau Dewata. Walaupun demikian Pariwisata Bali telah mengalami pasang
surut, tahun 1970an karena belum mendapat perhatian pemerintah, kemudian tumbuh
dan berkembangan di era tahun 1980an hingga tahun 1997. Pariwisata Bali pernah
mengalami stagnan setelah bom Bali 2002, 2005, berkembang setelah
dilakukan recovery mulai 2006, kemudian diharapkan bekerlanjutan dapat
berkembang pada masa yang akan datang.
Dalam perkembangannya menyisakan berbagai persoalan, tantangan dan
hambatan yang harus diatasi, dan kedepan Bali yang indentik dengan pariwisata
harus memiliki Benteng Terbuka dalam mengantisipasi pengaruh yang masuk. Dari
sisi ekonomi, Bali tetap bertumpu pada sektor pariwisata, mengingat sektor
pertanian belum dapat diandalkan. Saat ini sektor lain, sudah menggeser peran
sektor pariwisata dalam penyumbang pendapatan daerah. Kedepan pariwisata Bali
harus berbenah diri dalam menerima dampak luas, yang dapat menjadi ancaman bagi
eksistensi pariwisata, jika tidak dikelola dengan seimbang dengan pendekatan
konsep Tri Hita Karana.
Bali tidak bisa menghidari berbagai pengaruh luar yang akan masuk,
untuk itu kedepan Bali harus memiliki “Benteng Terbuka”, dimana pariwisata
menerima berbagai perubahan globalisasi akan tetapi menghindari dampak negatif.
Untuk itu, harus memiliki kekuatan /benteng sebagai daya tahan atas gempuran
berbagai dampak yang tidak dapat dihindari. Dalam menghadapi AEC 2015, sektor
ini hendaknya tetap dapat menjadi andalan kedepan. Bagaimana sektor ini dan
masyarakat Bali dapat mengambil bagian dalam pembangunan riil dalam mendukung
AEC untuk tumbuh dan saling menguatkan diantara anggota, untuk mengukir kembali
apa yang pernah dicapai sektor ini.
Saran
Penelitian dan tulisan ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan implikasi positif terhadap konsep ketahanan Bali
dimasa yang akan datang. Sebagai saran, Integrasi dan koordinasi dalam
membangun pariwisata Bali secara komperhensip dalam menjaga Bali, terus
dilakukan semaksimal mungkin secara terus menerus.
No comments:
Post a Comment